Sabtu, 15 Desember 2012

KENAPA KOPERASI BELUM BISA JADI SOKO GURU EKONOMI INDONESIA

Koperasi Belum Bisa Menjadi Soko Guru Perekonomian Indonesia

Sejak awal kelahirannya Koperasi diharapkan menjadi soko guru perekonomian Indonesia. Pola pengorganisasian dan pengelolaannya yang melibatkan partisipasi setiap anggota dan pembagian hasil usaha yang cukup adil menjadikan koperasi sebagai harapan perngembangan perekonomian Indonesia.
            Dukungan dari pemerintah dan berbagai lembaga lainnya membuat koperasi dapat tumbuh subur di tanah air, akan tetapi perkembangan koperasi tidak senantiasa semulus apa yang diharapkan dan dibayangkan. Banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam setiap perkembangannya, harapan menjadikan koperasi menjadi soko guru perekonomian Indonesia belum dapat diwujudkan.
            Pada prakteknya, banyak koperasi yang setelah berkembang justru kehilangan jiwa koperasinya.  Dominasi pengurus dalam melaksanakan kegiatan usaha dan koperasi yang membentuk PT (Perseroaan Terbatas) merupakan indikasi kekurang-mampuan koperasi mengembangkan usaha dengan tetap mempertahankan prinsip koperasi.
            Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan  koperasi di Indonesia dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha (bisnis). Persaingan telah menuntut tersedianya rancangan strategi-strategi  dan kiat-kiat tertentu agar koperasi dapat tumbuh dan berkembang dalam kancah persaingan yang semakin ketat. Hal ini menyatakan bahwa kondisi perkoperasian saat ini cukup sulit dan menghambat kemajuan koperasi di Indonesia.
            Adapun salah satu faktor utamanya adalah ketidak mampuan koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat,seperti faktor-faktor berikut ini :
  1. Partisipasi Anggota Koperasi
      Partisipasi ini erat kaitannya dengan pemahaman anggota koperasi terhadap definisi dan peran koperasi secara menyeluruh dalam arti yang sebenarnya,fakta yang terjadi adalah anggota koperasi tidak menunjukkan partisipasinya baik itu kontributif maupun insentif terhadap koperasi itu sendiri
  1. Kurangnya pendidikan serta pelatihan yang diberikan oleh pengurus kepada para anggota koperasi
      Kegiatan koperasi yang tidak berkembang membuat sumber modal menjadi terbatas ,dan mengakibatkan kurangnya dukungan serta kontribusi dari para anggota untuk berpartisipasi membuat koperasi. Oleh karena itu, semua masalah berpangkal pada partisipasi anggota dalam mendukung terbentuknya koperasi yang tangguh, dun memberikan manfaat bagi seluruh anggotanya, serta masyarakat sekitar
  1. Sebagian koperasi belum maju karena mengalami masalah dalam hal manajemen dan sumber daya manusia
      Sejumlah koperasi tidak memiliki sumber daya manusia yang mampu mengelola koperasi dengan baik. Permodalannya juga sering belum mencukupi. Koperasi juga sering mengalami masalah teknis dalam memasarkan produk yang dihasilkan. Di sisi lain, produk-produk tersebut seringkali tidak bisa bersaing dengan produk industri.
      Selain itu terdapat beberapa hal yang menyebabkan sulitnya perkembangan Koperasi di Indonesia,antara lain :
1)      Image koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.
2)      Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up)tetapi dari atas (top down) ,artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah.Dalam hal ini seharusnya, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.
3)      Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.
4)      Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
5)      Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak mengalami kemajuan. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan yang baik, walaupun bentuk dananya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan pengawasan dan bantuan akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.
6)      Prinsip koperasi Rochdale bagian kerjasama dan sukarela serta terbuka , tidak dijalankan dengan baik di Indonesia, karena koperasi Indonesia bersifat tertutup dan terjadi pengkotak kotakan. Keanggotaan koperasi hanya berlaku untuk yang seprofesi saja dan menyebabkan pergerakan koperasi tidak maksimal, walaupun sudah di bentuk koperasi sekunder tetapi belum mampu menyatukan kerja sama antar koperasi yang berbeda beda jenis.
http://razxzero13.wordpress.com/2011/11/03/mengaphttp://razxzero13.wordpress.com/2011/11/03/mengapa-koperasi-di-indonesia-sulit-berkembang/a-koperasi-di-indonesia-sulit-berkembang/

UNSUR - UNSUR ORGANISASI KOPERASI

UNSUR – UNSUR ORGANISASI KOPERASI

Unsur – unsur yang ada dalam organisasi koperasi pada umumnya adalah menyangkut keanggotaan, rapat anggota, pengawas dan pengelola.

a.      Keanggotaan Koperasi

Keanggotaan koperasi termasuk salah satu unsur yang menentukan dalam organisasi koperasi. Tanpa anggota, jelas tidak mungkin koperasi berdiri, apalagi melaksanakan usahanya. Karena itu, kedudukan anggota dalam koperasi secara hukum adalah suatu keharusan dan sebagai konsekuensinya anggota tersebut memiliki hak serta kewajiban umum.

Berkaitan dengan keanggotaan koperasi ditegaskan dalam pasal 17 undang – undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian yang menyebutkan 1) Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi; 2) Keanggotaan koperasi dicatat dalam buku daftar anggota. Dalam kedudukanya sebagai pemilik, anggota koperasi 1) adalah pemodal koperasi dank arena itu harus memberikan kontribusi modalnya kepada koperasi, sesuai dengan ketentuan sesuai dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga dan atau keputusan rapat anggota; 3) mengawasi segala sesuatu yang dilakukan oleh koperasi agar tidak menyimpang dari keputusan – keputusan yang ditetapkan oleh anggota dan demi pengamanan terhadap modal yang ditanam oleh anggota ke dalam koperasi.

Dalam kedudukannya sebagai pengguna jasa atau pelanggan dari koperasinya, anggota harus berpartisipasi aktif dalam kegiatan usaha koperasi. Kegiata usaha koperasi pada dasarnya adalah kegiatan yang diputuskan oleh anggota dan diselenggarakan untuk kepentingan anggota sendiri.

Selanjutnya dalam koperasi bukti kepemilikan anggota diwujudkan dengan plaksanaan kewajiban membayar simpanan pokok yang dibuktikan dalam bentuk sertifikat. Ketentuan tersebut memperjelas pengertian keanggotaan koperasi, jika dibandingkan dengan misalnya, pengertian keanggotaan pada perkumpulan/organisasi masyarakat, atau yayasan, atau perseroan terbatas yang tidak mengenal istilah anggota, tetapi menggunakan pengertian pemegang saham. Atas dasar itu anggota koperasi adalah baku atau normatif. Dengan istilah dan pengertian tersebut, maka pada dasarnya anggota koperasi adalah aktif dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, baik sebagai pemilik maupun sebagai pengguna jasa koperasi. Hal itu berbeda dengan, misalnya pemegang saham pada perseroan terbatas atau anggota pada perkumpulan masyarakat, yang umumnya pasif.

Kedudukan hukum anggota koperasi sebagaimana dimaksud diatas, member kekuatan, kemantapan, perlindungan dan rasa aman bagi mereka yang sudah atau yang akan menjadi anggota koperasi. Mereka menjadi anggota koperasi dengan kesadaran penuh dan bukan ikut – ikutan atau karena terpaksa atau seolah – olah diwajibkan oleh pihak lain. Kesadaran tersebut diwujudkan dengan memenuhi persyaratan keanggotaan tersebut sebagaimana diatur dalam anggaran dasar / anggaran rumah tangga koperasi yang bersangkutan. Hal ini dapat diartikan pula bahwa anggota mengikat diri dengan koperasi yang menurut hukum perdata tersebut sebagai perjanjian. Dengan berlakunya perjanjian ini, maka kedua belah pihak ( anggota dan koperasi ) mempunyai hak dan suara yang sama, satu anggota satu suara. Demikian pula penegasan bahwa keanggotaan koperasi tidak dapat dipindah tangankan, karena titik tolak keanggotaan koperasi adalah orang, bukan modal. Daripada yang telah dijelaskan dimuka, maka mengenai keanggotaan ini merupakan identitas khusus yang menjadi dasar atau pondasi yang kokoh bagi suatu organisasi koperasi.

b.      Rapat Anggota Koperasi

Rapat anggota dalam koperasi merupakan suatu lembaga atau institusi, bukan sekedar forum rapat. Rapat anggota adalah salah satu perangkat organisasi koperasi. Dan karenanya merupakan suatu lembaga struktur organisasi koperasi. Kedudukan rapat anggota secara hukum ditegaskan dalam pasal 22 Undang – undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian, yang menyebutkan 1) rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi; 2) rapat anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaanya diatur dalam anggaran dasar. Dengan ketentuan tersebut jelas bahwa istilah pengertian rapat anggota memiliki fungsi, wewenang, aturan main, dan tata tertib, yang ketentuannya bersifat mengikat, namun justru menjadi kekuatan dirinya. Rapat anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi mempunyai kedudukan yang sangat menentukan, berwibawa dan sumber dari segala keputusan atau tindakan yang dilaksanakan oleh perangkat organisasi koperasi lainnya dan para pengelola usaha koperasi. Kebijaksanaan dan keputusan yang ditetapkan oleh rapat anggota harus ditaati dan mengikat semua angota, pengurus, pengawas dan pengelola usaha koperasi. Hal itu berarti bahwa kedudukan atau kekuatan hukum  rapat anggota menentukan segala perbuatan dan akibat hukum yang dilakukan koperasi, dalam hubungannya dengan anggota dan pihak lain/badan usaha lain. Fungsi dan wewenang yang sangat menentukan tersebut membawa lembaga rapat aggota kepada kedudukkanannya semacam lembaga legislatif. Hal ini ditegaskan dalam pasal 23 undang – undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoprasian yang menyebutkan bahwa rapat anggota menetapkan 1) anggaran dasar 2) kebijakan umum dibidang organisasi, manajemen dan usaha koperasi 3) pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas 4) rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi serta pengesahan laporan keuangan 5) pengesahan pertanggung jawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya 6) pembagian sisa hasil usaha 7) Penggabungan, peleburan, pembagian dan pembubaran koperasi.

c.       Pengurus Koperasi

Pengurus koperasi adalah satu perangkat organisasi koperasi yang merupakan suatu lembaga/badan structural organisasi koperasi. Kedudukan pengurus sebagai pemegang kuasa rapat anggota memiliki tugas dan wewenang yang ditetapkan oleh undang – undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasiaan, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta peraturan lainnya yang berlaku dan diputuskan oleh rapat anggota. Dalam pasal 29 ayat 2 undang – undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian disebutkan bahwa pengurus merupakan pemegang kuasa rapat anggota, serta dalam pasal 30 diantaranya juga disebutkan bahwa 1) pengurus bertugas mengelola koperasi dan usahanya 2 ) pengurus berwenang mewakili koperasi didalam dan diluar pengadilan.

Dengan ketentuan tersebut pengurus mengemban amanat dan keputusan rapat anggota untuk mengelola organisasi dan usaha koperasi. Tugas dan wewenang yang dilakukan pengurus merupakan pelaksanaan kegiatan sebagai lembaga eksekutif dan memiliki identitas sendiri. Atas dasar itu, maka istilah dan pengertian pengurus koperasi adalah baku dan normative.

d.   Pengawas Koperasi

Pengawas pada organisasi koperasi adalah salah satu perangkat organisasi koperasi, dan karenanya merupakan suatu lembaga / badan structural organisasi koperasi. Pengawas mengemban amanat anggota untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi, keputusan pengurus dan peraturan lainnya yang ditetapkan dan berlaku dalam koperasi.

Fungsi utama pengawas adalah mengamankan keputusan rapat anggota, ketentuan anggaran dasar / anggaran rumah tangga koperasi, keputusan pengurus dan peraturan lainnya yang berlaku dalam koperasi yang bersangkutan. Disamping itu, juga melindungi kepentingan anggota dan koperasi dari kesewenangan dan penyimpangan yang dilakukan oleh pegurus dan atau pengelola.

Kedudukan pengawas sebagai lembaga kontrol dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab khusus menunjukan identitas tersendiri. Karena itu, istilah dan pngertian pengawas dalam organisasi koperasi adalah baku dan normative, yang dapat disejajarkan dengan dewan komisaris pada perseroan terbatas. Disamping mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab, pengawas juga mempunyai kewajiban hukum dan karenanya dapat terkena sanksi hukum sebagai mana diatur dalam peraturan undang – undang.


Daftar Pustaka
Kusnadi, hendar, Ekonomi Koperasi.Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI

KOPERASI SIMPAN PINJAM


KOPERASI SIMPAN PINJAM

Koperasi simpan pinjam. didirikan untuk memberi kesempatan kepada anggotanya memperoleh pinjaman dengan mudah dan bunga ringan. Koperasi simpan pinjam berusaha untuk, “mencegah para anggotanya terlibat dalam jeratan kaum lintah darat pada waktu mereka memerlukan sejumlah uang…dengan jalan menggiatkan tabungan dan mengatur pemberian pinjaman uang dengan bunga yang serendah-rendahnya “
Koperasi simpan pinjam menghimpun dana dari para anggotanya yang kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada para anggotanya. Menurut Widiyanti dan Sunindhia, koperasi simpan pinjam memiliki tujuan untuk mendidik anggotanya hidup berhemat dan juga menambah pengetahuan anggotanya terhadap perkoperasian
Untuk mencapai tujuannya, koperasi simpan pinjam harus melaksanakan aturan mengenai peran pengurus, pengawas, manajer dan yang paling penting, rapat anggota. Pengurus berfungsi sebagai pusat pengambil keputusan tinggi, pemberi nasehat dan penjaga berkesinambungannya organisasi dan sebagai orang yang dapat dipercaya. Menurut UU no.25 tahun 1992, pasal 39, pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi dan menulis laporan koperasi, dan berwewenang meneliti catatan yang ada pada koperasi, mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dan seterusnya. Yang ketiga, manajernya koperasi simpan pinjam, seperti manajer di organisasi apapun, harus memiliki ketrampilan eksekutif, kepimpinan, jangkauan pandangan jauh ke depan dan mememukan kompromi dan pandangan berbeda. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan, rapat anggota harus mempunyai kekuasaan tertinggi dalam organisasi koperasi. Hal ini ditetapkan dalam pasal 22 sampai pasal 27 UU no.25 tahun 1992.


Sejarah koperasi simpan pinjam
Sejarah koperasi simpan pinjam dimulai pada abad ke-19. Ketika Jerman dilanda krisis ekonomi karena badai salju yang melanda seluruh negeri. Para petani tak dapat bekerja karena banyak tanaman tak menghasilkan. Penduduk pun kelaparan.
Situasi ini dimanfaatkan oleh orang-orang berduit. Mereka memberikan pinjaman kepada penduduk dengan bunga yang sangat tinggi. Sehingga banyak orang terjerat hutang. Oleh karena tidak mampu membayar hutang, maka sisa harta benda mereka pun disita oleh lintah darat.
Kemudian tidak lama berselang, terjadi Revolusi Industri. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia diambil alih oleh mesin-mesin. Banyak pekerja terkena PHK. Jerman dilanda masalah pengangguran secara besar-besaran.
Melihat kondisi ini wali kota Flammersfield, Friedrich Wilhelm Raiffeisen merasa prihatin dan ingin menolong kaum miskin. Ia mengundang orang-orang kaya untuk menggalang bantuan. Ia berhasil mengumpulkan uang dan roti, kemudian dibagikan kepada kaum miskin.
Ternyata derma tak memecahkan masalah kemiskinan. Sebab kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru. Penggunaan uang tak terkontrol dan tak sedikit penerima derma memboroskan uangnya agar dapat segera minta derma lagi. Akhirnya, para dermawan tak lagi berminat membantu kaum miskin.
Raiffeisen tak putus asa. Ia mengambil cara lain untuk menjawab soal kemiskinan ini. Ia mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti di Jerman untuk dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani miskin. Namun usaha ini pun tak menyelesaikan masalah. Hari ini diberi roti, besok sudah habis, begitu seterusnya.
Berdasar pengalaman itu, Raiffeisen berkesimpulan: “kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.”
Untuk mewujudkan impian tersebutlah Raiffeisen bersama kaum buruh dan petani miskin akhirnya membentuk koperasi simpan pinjam bernama Credit Union (CU) artinya, kumpulan orang-orang yang saling percaya.
Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen, petani miskin dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman, bahkan kini telah menyebar ke seluruh dunia.

Koperasi simpan pinjam memiliki tiga (3) prinsip utama yaitu:
1) Swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya);
2) Setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota);
3) Pendidikan dan Penyadaran (membangun watak adalah yang utama; hanya yang berwatak baik yang dapat diberi pinjaman).
Koperasi Simpan Pinjam Menurut Peraturan Pemerintah
  1. Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.
  2. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam.
  3. Unit Simpan Pinjam adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam, sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.
  4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi dalam bentuk tabungan, dan simpanan koperasi berjangka.
  5. Simpanan Berjangka adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan koperasi yang bersangkutan.
  6. Tabungan Koperasi adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan berangsur-angsur dan penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati antara penabung dengan koperasi yang bersangkutan dengan menggunakan Buku Tabungan Koperasi.
  7. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Koperasi dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan.
DAFTAR PUSTAKA

http://fungkypratiwii.wordpress.com/2011/11/10/koperasi-simpan-pinjam/

Kamis, 08 November 2012

Penyebaran & Prinsip Koperasi Modern


Penyebaran Organisasi Koperasi Modern

O
rganisasi koperasi terdapat hamper disemua Negara industry dan Negara berkembang. Pada mulanya organisasi tersebut tumbuh di Negara – Negara industry di Eropa Barat, namun kemudian setelah adanya kolonialisme di beberapa Negara Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, koperasi juga tumbuh di Negara – Negara jajahan. Setelah Negara – Negara jajahan mengalami kemerdekaan, banyak Negara yang memanfaatkan koperasi sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kesejahteraan. Bahkan koperasi sebagai salah satu alat pemerintah dalam melaksanakan kebijakan pembangunan.
Koperasi modern didirikan pada akhir abad ke- 18 terutama sebagai jawaban atas masalah – masalah social yang timbul selama tahap awal revolusi. Perubahan – perubahan yang berlangsung saat itu terutama disebabkan oleh perkembangan ekonomi pasar dan penciptaan berbagai persyaratan pokok dalam ruang lingkup dimana berlangsung proses industrialisasi serta modernisasi perdagangan dan pertanian yang cepat. Industry yang mula – mula bercorak padat karya berubah menjadi padat modal, dan produksi yang mula – mula dilaksanakan berdasarkan pesanan berubah menjadi produksi untuk kebutuhan pasar  ( produksi massa ), bukan hanya pasar dalam negri dan pasar di Negara – negra Eropa tetapi juga pasar didaerah jajahan. Perubahan ini  membawa dampak terhadap berbagai kalangan mjasyarakat, ada yang diuntuntungkan tetapi ada juga yang dirugikan. Mereka yang paling menderita selama tahap – tahap awal perubahan struktur ekonomi praindustri yang demikian cepat, terdapat pada berbagai lapisan masyarakat, terutama di inggris dimana golongan kaum buruh yang semakin besar di kota – kota harus menghadapi masalah pengangguran, tingkat upah yang rendah, hubungan perburuhan dan syarat – syarat kerja yang jelek, dan tanpa jaminan social. Selain itu, tukang – tukang dan para pengrajin kecil harus menderita karena kalah dalam bersaing dengan perusahaan yang berskala besar dan tumbuh dengan cepat, dan para petani kecil yang penghasilanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya harus menghadapi masalah – masalah pelik selama proses pengintegrasiannya ke dalam ekonomi pasar yang sedang berkembang.
Pelopor – pelopor organisasi koperasi dari Rochdale misalnya, telah memberikan andil yang cukup besar dalam perkembangan koperasi. Aturan – aturan pengoperasian koperasi yang mulanya disusun hanya sekedar petunjuk tentang bagaimana seharusnya suatu pokok koperasi konsumen yang baik diorganisasi dan dijalankan oleh para anggotanya sendiri kemudian menjadi prinsip – pinsip koperasi Rochadele yang dijadikan dasar kegiatan oleh berbagai koperasi di dunia. Prinsip – prinsip tersebut adalah :
a.      Keanggotaan yang bersifat terbuka ( Open membership and voluntary )
b.      Pengawasan secara demokratis ( democratic control )
c.      Bunga yang terbatas atas modal ( limited interest of capital )
d.      Pembagian SHU yang sesuai dengan jasa anggota ( propottional distribution of surplus )
e.      Penjualan dilakukan sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara tunai ( ternding in cash )
f.       Tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, suku, agama dan politik ( Political, racial, religious neutrality )
g.      Barang – barang yang dijual harus merupakan barang – barang asli, tidak rusak atau palsu ( adulated goods forbiden to sell )
h.      Pendidikan terhadap anggota secara berkesinambungan ( promotion of education )

Prinsip – prinsip tersebut ternyata menjadi petunjuk yang berguna bagi pembentukan koperasi konsumen yang hidup dalam keadaan serupa. Namun dalam perkembangan berikutnya, prinsip – prinsip koperasi yang dipelopori oleh koperasi rochdale berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi dimana koperasi tersebut berkembang. Dewasa ini bahkan banyak norma atau nilai – nilai suatu bangsa dijadikan sebagai salah satu prinsip koperasi yang harus dilaksanakan.
Di Jerman, Herman Schulze-Delitzsch ( 1808 – 1883 ) adalah orang pertama yang berhasil mengembangkan sebuah organisasi koperasi bagi perintisan dan pengembangan secara bertahap pada organisasi koperasi kredit perkotaan. Demikian pula koperasi – koperasi pengadaan sarana produksi di kalangan para pengrajin, yang kemudian diterapkan dikalangan para pedagang sarana produksi dikalangan para pengrajin, yang kemudian diterapkan dikalangan para pedagang kecil dan kelompok – kelompok mata pencarian yang lain. Menekankan agar prinsip menolong diri sendiri ( self help ), prinsip pengurus/mengelola sendiri ( self inatiagetnent ) dan mengawasi sendiri ( self control ) yang dilakukan oleh para anggota merupakan sendi – sendi dasar organisasi – organisasi koperasi. Dari sendi – sendi dasar ini kemudian dikembangkan prinsip identitas pada koperasi ( identity principles ) yang memberikan cirri khusus organisasi koperasi ( identity criterian ) yang membedakan koperasi dengan organisasi lainnya.
Konsepsi Schulze-Delutzsch kemudian dikembangkan oleh Raiffeisen yang mencoba mengembangkan koperasi kredit di Jerman. Raiffeisen memulai pertama – tama memprakasai pembentukan koperasi kredit yang berdasarkan solidaritas dan tanggungan tidak terbatas yang dipikul oleh para anggota koperasi itu, dan dituntun berdasarkan prinsip menolong diri sendiri, mengurus/mengelola sendiri dan mengalami sendiri.
Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Pada UU No. 25 Tahun 1992, Prinsip koperasi dinyatakan sebagai berikut :
a.    Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela
b.    Pengelolaan dilakukan secara demokratis
c.    Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing – masing anggota
d.    Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
e.    Kemandirian
f.     Pendidikan perkoperasian
g.    Kerjasama antar koperasi
Kedua prinsip terakhir ( f dan g ) merupakan prinsip pengembangan koperasi.
Prinsip – prinsip koperasi telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Melalui berbagai rekornendasi yang dating dari berbagai ahli, ICA telah mengembangkan prinsip koperasi terbaru dan menghilangkan beberapa prinsip yang dikembangkan oleh pelopor – pelopor koperasi Rochdale. Prinsip koperasi terbaru yang dikembangkan oleh ICA adalah :
a.      Keanggotaan bersifat terbuka ( Voluntary and open membership )
b.      Pengelolaan secara demokratis ( democratic member control )
c.      Partisipasi anggota dalam ekonomi ( member economic partipation )
d.      Kebebasan dan otonomi ( autonomy and independence )
e.      Mengembangkan pendidikan, pelatihan, dan informasi ( education, training and information )
f.       Kerjasama antar koperasi ( cooperative among cooperatives )
g.      Bekerja untuk kepentingan komunitas ( concern for community )
( ICA News, No. 5/6,1995)
Pada masa kolonilanisme, koperasi sebenarnya telah berkembang dan dikenal di antara kalangan masyarakat. Secara umum di Negara – Negara jajahan.
Pada dasawarsa pembangunan koperasi ( 1970 – 1980 ) pemikiran – pemikiran kritis dan controversial mengenai koperasi dan upaya – upaya mengonsolidasi, mereorganisasi dan meningkatkan pembangunan koperasi pedesaan serta menyusun strategi yang diterapkan untuk mendorong perkembanganya. Hal ini dilakukan karena koperasi telah menjadi sorotan utama dalam berbagai kritik. Kritik – kritik tersebut adalah : ( Hanel, 1989 ).
a.      Dampak terhadap pembangunan yang kurang atau sangat kurang dari organisasi koperasi, khususnya karena koperasi tidak banyak memberikan sumbangan dalam mengatasi kemiskinan dan dalam mengubah struktur kekuasaan social politik setempat bagi kepentingan golongan masyarakat yang miskin.
b.      Jasa – jasa pelayanan yang diberikan oleh organisasi koperasi sering kali dinilai tidak efisien dan tidak mengarah pada kebutuhan anggotanya, bahkan sebaliknya hanya memberikan manfaat bagi para petani besar yang telah maju dan kelompok – kelompok tertentu.
c.      Tingkat efisien perusahaan – perusahaan koperasi rendah ( manajemen tidak mampu, terjadi penyelewengan, korupsi, nepotisme dan lain – lain ).
d.      Tingkat ofisialisasi yang sering kali terlalu tinggi pada koperasi – koperasi ( khususnya koperasi pertanian ), ditandai oleh adanya pengawasan dan dukungan/bantuan pemerintah yang terlalu besar, struktur pengambilan keputusan dan komunikasi seringkali memperlihatkan struktur yang hampir sama dengan strategi pengembangan koperasi pada instansi – instansi pemerintah dan lembaga – lembaga semi pemerintah ketimbang sebagai suatu organisasi swadaya yang otonom, partisipatif, dan berorientasi pada anggota
e.      Terdapat kesalahan – kesalahan dalam pemberian bantuan pembangunan internasional dan khususnya kelemahan – kelemahan pada strategi pembangunan pemerintah yang diterapkan untuk penunjang organisasi – organisasi koperasi.

Sumber : Hendar, Kusnadi, Ekonomi Koperasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,2005.