Penyebaran Organisasi
Koperasi Modern
rganisasi
koperasi terdapat hamper disemua Negara industry dan Negara berkembang. Pada
mulanya organisasi tersebut tumbuh di Negara – Negara industry di Eropa Barat,
namun kemudian setelah adanya kolonialisme di beberapa Negara Asia, Afrika, dan
Amerika Selatan, koperasi juga tumbuh di Negara – Negara jajahan. Setelah
Negara – Negara jajahan mengalami kemerdekaan, banyak Negara yang memanfaatkan
koperasi sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kesejahteraan. Bahkan
koperasi sebagai salah satu alat pemerintah dalam melaksanakan kebijakan
pembangunan.
Koperasi
modern didirikan pada akhir abad ke- 18 terutama sebagai jawaban atas masalah –
masalah social yang timbul selama tahap awal revolusi. Perubahan – perubahan
yang berlangsung saat itu terutama disebabkan oleh perkembangan ekonomi pasar
dan penciptaan berbagai persyaratan pokok dalam ruang lingkup dimana
berlangsung proses industrialisasi serta modernisasi perdagangan dan pertanian
yang cepat. Industry yang mula – mula bercorak padat karya berubah menjadi
padat modal, dan produksi yang mula – mula dilaksanakan berdasarkan pesanan
berubah menjadi produksi untuk kebutuhan pasar
( produksi massa ), bukan hanya pasar dalam negri dan pasar di Negara –
negra Eropa tetapi juga pasar didaerah jajahan. Perubahan ini membawa dampak terhadap berbagai kalangan
mjasyarakat, ada yang diuntuntungkan tetapi ada juga yang dirugikan. Mereka
yang paling menderita selama tahap – tahap awal perubahan struktur ekonomi
praindustri yang demikian cepat, terdapat pada berbagai lapisan masyarakat,
terutama di inggris dimana golongan kaum buruh yang semakin besar di kota –
kota harus menghadapi masalah pengangguran, tingkat upah yang rendah, hubungan
perburuhan dan syarat – syarat kerja yang jelek, dan tanpa jaminan social.
Selain itu, tukang – tukang dan para pengrajin kecil harus menderita karena
kalah dalam bersaing dengan perusahaan yang berskala besar dan tumbuh dengan
cepat, dan para petani kecil yang penghasilanya hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhannya harus menghadapi masalah – masalah pelik selama proses
pengintegrasiannya ke dalam ekonomi pasar yang sedang berkembang.
Pelopor
– pelopor organisasi koperasi dari Rochdale misalnya, telah memberikan andil
yang cukup besar dalam perkembangan koperasi. Aturan – aturan pengoperasian
koperasi yang mulanya disusun hanya sekedar petunjuk tentang bagaimana
seharusnya suatu pokok koperasi konsumen yang baik diorganisasi dan dijalankan
oleh para anggotanya sendiri kemudian menjadi prinsip – pinsip koperasi
Rochadele yang dijadikan dasar kegiatan oleh berbagai koperasi di dunia.
Prinsip – prinsip tersebut adalah :
a. Keanggotaan
yang bersifat terbuka ( Open membership
and voluntary )
b. Pengawasan
secara demokratis ( democratic control )
c. Bunga
yang terbatas atas modal ( limited interest of capital )
d. Pembagian
SHU yang sesuai dengan jasa anggota ( propottional distribution of surplus )
e. Penjualan
dilakukan sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara tunai ( ternding in
cash )
f. Tidak
ada diskriminasi berdasarkan ras, suku, agama dan politik ( Political, racial,
religious neutrality )
g. Barang
– barang yang dijual harus merupakan barang – barang asli, tidak rusak atau
palsu ( adulated goods forbiden to sell )
h. Pendidikan
terhadap anggota secara berkesinambungan ( promotion of education )
Prinsip
– prinsip tersebut ternyata menjadi petunjuk yang berguna bagi pembentukan
koperasi konsumen yang hidup dalam keadaan serupa. Namun dalam perkembangan
berikutnya, prinsip – prinsip koperasi yang dipelopori oleh koperasi rochdale
berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi dimana koperasi tersebut
berkembang. Dewasa ini bahkan banyak norma atau nilai – nilai suatu bangsa
dijadikan sebagai salah satu prinsip koperasi yang harus dilaksanakan.
Di
Jerman, Herman Schulze-Delitzsch ( 1808 – 1883 ) adalah orang pertama yang
berhasil mengembangkan sebuah organisasi koperasi bagi perintisan dan
pengembangan secara bertahap pada organisasi koperasi kredit perkotaan.
Demikian pula koperasi – koperasi pengadaan sarana produksi di kalangan para
pengrajin, yang kemudian diterapkan dikalangan para pedagang sarana produksi
dikalangan para pengrajin, yang kemudian diterapkan dikalangan para pedagang
kecil dan kelompok – kelompok mata pencarian yang lain. Menekankan agar prinsip
menolong diri sendiri ( self help ), prinsip pengurus/mengelola sendiri ( self
inatiagetnent ) dan mengawasi sendiri ( self control ) yang dilakukan oleh para
anggota merupakan sendi – sendi dasar organisasi – organisasi koperasi. Dari
sendi – sendi dasar ini kemudian dikembangkan prinsip identitas pada koperasi (
identity principles ) yang memberikan cirri khusus organisasi koperasi (
identity criterian ) yang membedakan koperasi dengan organisasi lainnya.
Konsepsi
Schulze-Delutzsch kemudian dikembangkan oleh Raiffeisen yang mencoba
mengembangkan koperasi kredit di Jerman. Raiffeisen memulai pertama – tama
memprakasai pembentukan koperasi kredit yang berdasarkan solidaritas dan
tanggungan tidak terbatas yang dipikul oleh para anggota koperasi itu, dan
dituntun berdasarkan prinsip menolong diri sendiri, mengurus/mengelola sendiri
dan mengalami sendiri.
Di
Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU
No. 25 Tahun 1992. Pada UU No. 25 Tahun 1992, Prinsip koperasi dinyatakan
sebagai berikut :
a. Keanggotaan
bersifat terbuka dan sukarela
b. Pengelolaan
dilakukan secara demokratis
c. Pembagian
sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha
masing – masing anggota
d. Pemberian
balas jasa yang terbatas terhadap modal
e. Kemandirian
f. Pendidikan
perkoperasian
g. Kerjasama
antar koperasi
Kedua
prinsip terakhir ( f dan g ) merupakan prinsip pengembangan koperasi.
Prinsip
– prinsip koperasi telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Melalui
berbagai rekornendasi yang dating dari berbagai ahli, ICA telah mengembangkan
prinsip koperasi terbaru dan menghilangkan beberapa prinsip yang dikembangkan
oleh pelopor – pelopor koperasi Rochdale. Prinsip koperasi terbaru yang
dikembangkan oleh ICA adalah :
a. Keanggotaan
bersifat terbuka ( Voluntary and open membership )
b. Pengelolaan
secara demokratis ( democratic member control )
c. Partisipasi
anggota dalam ekonomi ( member economic partipation )
d. Kebebasan
dan otonomi ( autonomy and independence )
e. Mengembangkan
pendidikan, pelatihan, dan informasi ( education, training and information )
f. Kerjasama
antar koperasi ( cooperative among cooperatives )
g. Bekerja
untuk kepentingan komunitas ( concern for community )
(
ICA News, No. 5/6,1995)
Pada
masa kolonilanisme, koperasi sebenarnya telah berkembang dan dikenal di antara
kalangan masyarakat. Secara umum di Negara – Negara jajahan.
Pada
dasawarsa pembangunan koperasi ( 1970 – 1980 ) pemikiran – pemikiran kritis dan
controversial mengenai koperasi dan upaya – upaya mengonsolidasi,
mereorganisasi dan meningkatkan pembangunan koperasi pedesaan serta menyusun
strategi yang diterapkan untuk mendorong perkembanganya. Hal ini dilakukan
karena koperasi telah menjadi sorotan utama dalam berbagai kritik. Kritik –
kritik tersebut adalah : ( Hanel, 1989 ).
a. Dampak
terhadap pembangunan yang kurang atau sangat kurang dari organisasi koperasi,
khususnya karena koperasi tidak banyak memberikan sumbangan dalam mengatasi
kemiskinan dan dalam mengubah struktur kekuasaan social politik setempat bagi
kepentingan golongan masyarakat yang miskin.
b. Jasa
– jasa pelayanan yang diberikan oleh organisasi koperasi sering kali dinilai
tidak efisien dan tidak mengarah pada kebutuhan anggotanya, bahkan sebaliknya
hanya memberikan manfaat bagi para petani besar yang telah maju dan kelompok –
kelompok tertentu.
c. Tingkat
efisien perusahaan – perusahaan koperasi rendah ( manajemen tidak mampu,
terjadi penyelewengan, korupsi, nepotisme dan lain – lain ).
d. Tingkat
ofisialisasi yang sering kali terlalu tinggi pada koperasi – koperasi ( khususnya
koperasi pertanian ), ditandai oleh adanya pengawasan dan dukungan/bantuan
pemerintah yang terlalu besar, struktur pengambilan keputusan dan komunikasi
seringkali memperlihatkan struktur yang hampir sama dengan strategi
pengembangan koperasi pada instansi – instansi pemerintah dan lembaga – lembaga
semi pemerintah ketimbang sebagai suatu organisasi swadaya yang otonom,
partisipatif, dan berorientasi pada anggota
e. Terdapat
kesalahan – kesalahan dalam pemberian bantuan pembangunan internasional dan
khususnya kelemahan – kelemahan pada strategi pembangunan pemerintah yang
diterapkan untuk penunjang organisasi – organisasi koperasi.
Sumber
: Hendar, Kusnadi, Ekonomi Koperasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia,2005.